Rabu, 25 Mei 2016

“Kembalinya” Nokia di Pertumbuhan Smartphone yang Datar

“Kembalinya” Nokia ke Bisnis Ponsel
     Nokia berencana untuk kembali ke bisnis ponsel. Perusahaan asal Findlandia tersebut memberi lisensi mereknya ke Global HMD untuk menjual smartphone dan tablet berbasis Android. Sebelumnya, Nokia mengambil strategi disinvestasi dengan  menjual bisnis ponselnya ke Microsoft senilai $ 7 milyar beberapa tahun silam.  Microsoft telah menjual divisi feature phone atau “dumbphone”, yang akan menggunakan merek Nokia, ke anak perusahaan Foxconn, FIH. HMD iuga berencana memasarkan ponselnya untuk FIH.
    Saat ini Nokia berfokus ke segmen infrastruktur komunikasi setelah mengakuisisi Alcatel – Lucent senilai $ 16,6 milyar awal tahun ini. Beralihnya fokus ke segmen B2B ini berdasarkan kemampuan finansial Nokia yang menjadi terbatas akibat “kalah”di bisnis ponsel. Ini merupakan terobosan tepat karena segmen tersebut termasuk menggiurkan. Dalam transaksi B2B, seringkali semua pihak terlibat miliki daya tawar yang sama.
     Keluarnya Nokia dari bisnis smartphone diakibatkan oleh keberadaan perusahaan itu di posisi “stuck in the middle” atau terjebak di tengah. Sempat ingin bersaing dengan perangkat - perangkat Android, tetapi sistem operasinya saat itu, Symbian, kurang diminati pengembang pihak ketiga. Penggunaan sistem operasi Windows setelah diakuisisi Microsoft juga tidak mengubah daya tariknya. Produknya juga kurang unik atau terdiferensiasi seperti iPhone, yang lebih diminati segmen konsumen atas.

Pertumbuhan Smartphone yang Mulai Datar
     Penjualan smartphone global untuk kuartal pertama tahun 2016 menurun 3 % year on year. Di Tiongkok, pasar terbesar smartphone, pertumbuhan penjualannya hanya 2,5 % tahun lalu, anjlok dari 62,5 % tahun 2013. Penjualan iPhone di kuartal pertama tahun ini menurun 16 %, penurunan pertama sejak perkenalannya tahun 2007. Persentase pertumbuhan yang disebutkan di atas menunjukkan segmen smartphone sudah mendekati tahap maturity. Seperti segmen lainnya, pertumbuhan smartphone yang sempat sangat pesat akhirnya akan melambat.  Alasannya, semua orang yang menginginkan smartphone sudah memilikinya. Kualitas smartphone telah meningkat, sehingga tidak perlu sering di – upgrade. Variasi spesifikasi dan harga juga bertambah, seperti Samsung Galaxy S7 yang dibandrol di atas Rp. 8.000.000 untuk pasar atas dan Rp. 1 jutaan untuk J – series. Keputusan Apple untuk merilis iPhone versi “terjangkau”, yakni iPhone SE, serta dijualnya Advan Vandroid EIC Pro 7” seharga Rp. 760.000, mencerminkan persaingan lebih fokus ke harga.
    Ketatnya persaingan juga ditandai oleh pesatnya pertumbuhan merek – merek smartphone Tiongkok seperti Oppo dan Vivo yang bersaing dengan Lenovo dan Xiaomi, serta merek – merek dari berbagai negara. Sebagai akibat, marjin laba penjual smartphone rata - rata juga mulai menurun. Hanya Apple sebagai merek untuk kelas atas yang mampu mengambil 92 % marjin laba segmen smartphone meskipun menjual kurang dari 20 % dari seluruh jumlah smartphone.
    Mendekati pertumbuhan puncak juga dicerminkan oleh kelebihan kapasitas dan tenaga kerja. Belum lama ini, perakit smartphone Foxconn dilaporkan menerima subsidi dari pemerintah Tiongkok, mungkin untuk tidak memberhentikan sebagian karyawannya. Meskipun Foxconn tidak memberi komentar, beberapa kalangan mulai khawatir dengan kemungkinan terjadinya PHK secara besar - besaran. Ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan iPhone, sebagai smartphone yang paling banyak dirakit oleh Foxconn.

Peluang Merek Nokia
        Bersikeras untuk tetap bersaing di sektor konsumen, jika tidak mampu menjual keunikan atau menjadi pemain “low – cost”, bakal memberikan hasil mengecewakan.  Lini produk yang merugi di tahap maturity biasanya disingkirkan. Nokia sendiri sempat mengklaim risiko untuk kembali terjun ke segmen ponsel tidak terlalu besar, tetapi kerugian “kecil” jangan dianggap sepele. Melakukan subsidi silang juga akan menyembunyikan produk – produk merugi yang seharusnya diberhentikan. Strategi yang seharusnya diambil adalah meningkatkan frekuensi pembelian oleh pelanggan – pelanggan yang telah ada ketimbang mencari pelanggan baru. Pendekatan ini tidak memakan biaya sebesar berupaya untuk memperoleh pelanggan baru, yang berarti memperebutkan pangsa pasar dari pesaing seperi Apple dan Samsung.
     Meskipun Nokia telah memberi lisensi kepada perusahaan lain, akuisisi perusahaan pembuat perangkat keras Withings, berbasis di Perancis, belum lama ini menambah tingkat risiko Nokia di bisnis ponsel. Timbul pertanyaan persepsi diri (self perception) Nokia, FIH, dan HMD. Merek yang pernah memimpin pasar ponsel beberapa tahun yang lalu belum tentu bisa relevan lagi sekarang.  Cadangan kas yang mungkin banyak dari laba segmen infrastruktur telekomunikasi dapat memberikan semacam “cash trap” bagi Nokia untuk membangun pangsa pasar dan penjualan yang besar di pasar ponsel/smartphone yang sudah datar. Walaupun kelihatan heroik, kemungkinan berhasil nampaknya minim. Lebih baik memperhatikan marjin laba yang telah dihasilkan saat ini.
     Menjual variasi lain seperti ponsel “dumbphone” juga menimbulkan tanda tanya, meskipun harganya bisa dibawah Rp. 200.000. Masih kalah dalam nilai untuk pelanggan dibandingkan dengan smartphone termurah seharga Rp. 400.000 tetapi dengan jumlah fitur dan aplikasi yang jauh lebih banyak. Jumlah pengguna ponsel dengan tombol fisik semakin sedikit. Penggunaan perangkat dipakai (wearable device) seperti smartwatch saat ini masih belum sebanyak penggunaan smartphone mungkin karena segmen smartwatch masih baru. Apakah penjualan smartwatch dapat menyaingi smartphone beberapa tahun ke depan masih belum dapat diperkirakan. Alasannya karena ukuran rata – rata layar smartphone dianggap sudah yang “terkecil” untuk browsing dan menggunakan aplikasi secara nyaman. Smartphone tidak harus ditampakkan setiap saat seperti memakai smartwatch. Perusahaan yang ingin memproduksi smartphone harus memperhatikan kurva pertumbuhan sektor smartphone dan sektor IT secara keseluruhan. Arah kurva tersebut tergantung dari kontinuitas inovasi.

Minggu, 15 Mei 2016

Otomatisasi Industri, Jasa Manufaktur, dan Pendidikan

     Hampir semua negara mengalami deindustrialisasi, yaitu berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri. Sebagai contoh, sebanyak 9 juta orang bekerja di manufaktur Inggris pada tahun1966, tetapi di negara yang sama jumlahnya menurun menjadi 3 juta pekerja. Amerika Serikat dan bahkan Tiongkok juga mengalami penurunan yang sama. Pemerintah  negara - negara tersebut telah didesak untuk menstimulasi industri domestik. Tetapi, masalahnya adalah kurang pahamnya para pembuat kebijakan terhadap manufaktur modern, yang telah banyak berubah teknologinya.

3D Printing
    Prosesnya disebut additive process, yaitu benda diciptakan dengan menambah lapisan bahan/material sampai seluruh benda tersebut selesai.  Seperti metode manufaktur konvensional,  3D printing juga menggunakan software CAD (Computer Aided Design). File yang dipakai menggunakan 3D modeling program. Bedanya, tidak ada bagain - bagian benda yang tidak diinginkan dan harus dikurangi dengan teknik manufaktur seperti cutting dan drilling. Obyek yang dirancang tersebut dapat di - save di memori komputer dan file komputer obyek tersebut dapat dikirim ke printer 3D untuk mencetak obyek fisiknya secara utuh.
   Ada teknologi 3D scanner yang dapat melakukan scanning benda 3 dimensi apapun dan mencetak bdenda 3 dimensi mirip dengan yang aslinya.  Akhir-akhir ini beberapa perusahaan IT seperti Google dan Microsoft telah memungkinkan hardware mereka untuk melakukan scanning 3D, seperti Microsoft Kinect.  Ada kemungkinan smartphone dan tablet bakal dilengkapi dengan scanner 3D. Harga scanner 3D bervariasi, mulai dari versi profesional yang mahal sampai dengan perangkat rakitan seharga $30 dolar.
     3D printing sudah digunakan untuk pembuatan maket rumah/gedung, perabot rumah tangga,  asbak,  dan perhiasan. Teknologi ini juga berkembang di sektor kedokteran, dan hiburan, serta untuk bidang antropologi dan rekonstruksi bahan bukti yang rusak parah untuk investigasi kasus kriminal. Di sektor industri,  penggunaannya lebih banyak untuk pembuatan prototip produk dan produksi mainan. Beberapa perusahaan telah menciptakan jasa toko benda 3D online agar file obyek yang disimpan dan dijual di toko online dapat dibuat di berbagai tempat yang berbeda secara bersamaan di seluruh dunia. Nokia telah memperkenalkan beragam disain 3d untuk casing-nya agar pembeli dapat customize casing hp-nya. Siapapun yang dapat mendisain produk 3d dapat meng-upload hasil karyanya di situs online untuk 3d printing seperti Shapeways,  iMaterialize,  dan Sculpteo.
      Tidak ada biaya tambahan untuk memproduksi beberapa unit saja. Benda yang dicetak dengan 3D printer dapat di tambah elemen bendanya secara fleksibel tanpa biaya tambahan per unit. Untuk manufaktur konvensional, penambahan kompleksitas desain produk menambah biaya produksi per unit secara dramatis. Sebagai contoh, Ford Motor Company, salah satu pelopor produksi massal, telah memproduksi komponen hasil 3D printing sebanyak 500.000 unit.
      Adapun kelemahan 3D printing yaitu masih lamban untuk menghasilkan komponen plastik kokoh dalam volume besar dibandingkan dengan metode injection molding konvensional. Tetapi, 3D printing menandakan awal dari revolusi industri ke-3. Dengan teknologi seperti 3D printing, sebagian besar kegiatan manufaktur mada depan tidak memerlukan pabrik. Diperkirakan penjualan di sektor 3d printing tumbuh dari $3.07 milyar tahun 2013 menjadi $12.8 milyar tahun 2020. Teknologi ini dicanangkan untuk mengubah hampir semua sektor ekonomi dan mengubah cara kita hidup dan bekerja di masa mendatang.

Robot Pabrik
     Meskipun harga printer 3D semakin terjangkau, produksi massal masih sangat efisien. Teknologi produksi massal yang lazim digunakan sekarang masih lebih efisien ketimbang 3D printing. Semakin banyak unit produksi yang dibuat, semakin rendah biaya produksi per unitnya. Metode manufaktur massal dibuat lebih efisien oleh pendiri pabrik mobil Ford, Henry Ford. Dianggap sebagai sosok yang "menyempurnakan" produksi massal, dia membangun pabrik - pabrik besar dan menstandarisasi produk dan proses manufakturnya. Efisiensi waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu mobil meningkat sebesar 90%dan 55% mobil - mobil di Amerika tahun 1916 adalah Model T buatan Ford.
    Kini produksi massal menggunakan teknologi robotik, yang semakin canggih dan membuat otomatisasi lebih terjangkau dan fleksibel.  Penerapan teknologi robotik lebih banyak berlangsung di negara – negara yang upah tenaga kerjanya relatif tinggi. Karena robot – robot tersebut bakal memungkinkan otomatisasi hampir 100%, pabrik – pabrik yang menggunakannya akan disebut “dark factory”. Robot industri tetap dapat bekerja dengan dimatikannya penerangan pabrik. Salah satu contoh robot adalah robot lengan yang mengambil circuit board komputer atau Printed Circuit Board (PCB) dari conveyor belt dan diletakkan ke dalam perangkat elektronik yang mengecek software yang terkandung di dalam PCB tersebut secara otomatis. Robot yang dapat melakukan soldering sedang dalam tahap uji coba. Meskipun masih lebih efisien untuk produksi massal ketimbang menggunakan printer 3D, biaya investasinya jauh lebih besar.
     Perusahaan – perusahsan manufaktur di negara – negara seperti Tiongkok merasa tertekan untuk mengotomatisasi pabriknya. Sektor industri di Tiongkok berkontribusi sebesar 36% terhadap produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Sekarang, upah pekerja di Tiongkok “hanya” 20% lebih rendah ketimbang pekerja di Amerika Serikat. Biaya otomatisasi pabrik di perusahaan seperti Foxconn lebih rendah dibandingkan dengan melatih karyawan baru. Di Tiongkok, otomatisasi pabrik agak terbantu oleh keinginan sebagian generasi muda Tiongkok untuk bekerja di sektor jasa ketimbang menjadi buruh pabrik.
Jasa Manufaktur
     Beberapa ahli industri berpendapat bahwa produksi adalah inti dari beberapa kegiatan ekonomi, bukan hanya manufaktur. Sekarang ada manufacturing as a service, di mana perusahan manufaktur menggunakan internet untuk berbagi peralatan dan software manufaktur untuk menghemat biaya dan menghasilkan produk yang lebih baik. Dalam beberapa jam atau menit, perusahaan atau klien individu yang membutuhkan prototip tetapi tidak dapat membuatnya sendiri dapat menyerahkan file desain CAD ke perusahaan jasa manufaktur dan memperoleh feedback desain dan estimasi biaya produksinya sebelum desainnya benar – benar diproduksi. Seperti Dassault Systemes dengan jaringan virtual MySolidWorks dan software SolidWorks. Anggota jarimgan tersebut terdiri dari berbagai insinyur dan perancang produk dan perusahaan manufaktur seperti spesialis CNC milling dan  injection molding.
     Manufacturing as a service masih belum banyak diterapkan. Dibutuhkan koneksi internet untuk memperoleh data produk dan kondisi mesin manufaktur secara real- time. Kecepatan jaringan internet yang semakin cepat dan padat dapat membantu menyimpan informasi tambahan seperti data catatan servis peralatan, daftar produk atau prototip yang akan dibuat, dan kondisi lingkungan manufaktur. Penyimpanan semua data tersebut membutuhkan infrastruktur manufacturing cloud, mirip dengan cloud computing untuk menyimpan data komputer kita. Karena dibutuhkannya prasarana cloud computing, biaya investasinya pasti tinggi. Permasalahan keamanan hak intelektual masih belum terpecahkan. Konsep penggunaan teknologi informasi berbasis jasa untuk jaringan manufaktur masih diuji oleh berbagai perusahaan, universitas, dan badan - badan industri Eropa dalam proyek “Manucloud”.
     Sumber penjualan dari jasa bagi perusahaan manufaktur meningkat, seperti Rolls Royce yang memperoleh 50% penjualannya dari skema sewa mesin pesawat berbasis "power - by - the - hour" untuk maskapai penerbangan. ARM, pembuat chip untuk produk seperti smartphone, tidak memiliki pabrik untuk kegiatan manufaktur, tetapi memberi lisensi desain produknya ke berbagai berbagai perusahaan yang memproduksinya, seperti Apple, Samsung Electronics, Quallcomm, dan sebagainya. Jadi ARM cukup mendesain dan membuat prototip produknya, serta mendaftarkan hak intelektualnya. Hampir semua smartphone memiliki chip rancangan ARM. Model bisnis seperti ini membagi – bagi biaya penelitian dan laba ke pihak- pihak yang terlibat.

Nasib Pekerja dan Reformasi Pendidikan
     Pabrik - pabrik padat karya dan modal tetap akan ada. Beberapa konsep otomatisasi yang lebih ambisius memerlukan beberapa dekade untuk diterapkan secara menguntungkan.  Sebuah riset di Kanada menunjukkan otomatisasi untuk sektor pertanian baru menjadi mainstream sekitar tahun 2026. Di sisi lain, jumlah kegiatan manufaktur skala kecil akan bertambah dan sebagian akan berada di dalam rumah tangga. Meskipun tidak menciptakan banyak lapangan kerja seperti di pabrik, manufaktur masa depan dapat menciptakan pengusaha - pengusaha manufaktur baru, terutama yang menggunakan 3D printing.
     Perusahaan – perusahaan manufaktur besar secara perlahan telah menerapkan teknologi robotik. Cambridge Industries Group, salah satu pembuat robot pabrik, berencana akan mengurangi 2/3 dari 3000 karyawannya dengan robot pabrik. Jika karyawan – karyawan tersebut kehilangan pekerjaannya, sebagian dapat menemukan pekerjaan lain di sektor jasa. Tetapi, tidak semua karyawan perusahaan manufaktur akan memperoleh pekerjaan lain dengan mudah. Yang dikhawatirkan adalah potensi gejolak sosial sebagai akibatnya. SDM berketerampilan tinggi bisa meraup manfaat dari jumlah pekerjaan kognitif yang bakal meningkat, meskipun lebih banyak lagi yang harus bekerja di sektor jasa yang berupah rendah.
     Pendidikan dan pelatihan akan menjadi dilema baru. Kegiatan manufaktur masa depan akan membutuhkan tenaga yang lebih terampil dan kreatif. Agar SDM masa depan dapat beradaptasi, Massachusetts Institute of Technology (MIT) memberi akses gratis untuk semua mahasiswa barunya ke fasilitas 3D printing dalam program Makerlodge. Ini adalah terobosan yang sangat baik di tengah – tengah keadaan di mana pertumbuhan ekonomi dan perubahan teknologi jauh lebih cepat ketimbang reformasi pendidikan. Kualifikasi sebagian besar SDM sering tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja sekarang. Otomatisasi telah menciptakan pekerjaan dan gaya hidup baru. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah otomatisasi bakal lebih banyak menghapus lapangan kerja atau menciptakannya.

Sabtu, 14 Mei 2016

Di Balik Keberhasilan Pengusaha Teknologi

     Perusahaan yang dikenal inovatif pasti memperoleh keberhasilan finansial yang luar biasa. Inovasi  menciptakan segmen pasar baru dan membuat perusahaan yang bersangkutan mampu meninggalkan pesaingnya. Pelanggan lebih bersedia membayar lebih untuk membelinya dan perusahaannya lebih menarik untuk calon karyawan yang sangat berbakat. Perusahaan semacam ini dipimpin oleh pengusaha atau CEO yang memiliki ambisi besar dan visioner. Reputasi pemimpinnya secara otomatis sudah tersebar luas. Sebagai contoh, Elon Musk, CEO mobil listrik Tesla Motors dan pembuat teknologi antariksa SpaceX, dinobatkan sebagai “Penemu Terhebat Saat Ini” di majalah Atlantic tahun 2013 oleh para CEO Yahoo, Oracle, dan Google. Dia dianggap sebagai pengendali sejarah teknologi karena perusahaan – perusahaannya berpotensi untuk mengubah sektor – sektornya secara mendasar. Steve Jobs terkenal dengan menitikberatkan desain produk, yang membuat produk – produk Apple sangat diminati konsumen. Apple juga dikenal mahir menggabungkan berbagai teknologi seperti internet, GPS, dan layar sentuh secara mengagumkan.
     Semua persepsi mengenai keberhasilan pimpinan perusahaan inovatif tersebut mulai berkembang sejak abad ke – 19. Saat itu, seorang pakar filsafat asal Skotlandia bernama Thomas Carlyle menulis “sejarah keberhasilan manusia berada di bawah sejarah orang – orang hebat yang telah berkarya di dunia ini”. Ternyata anggapan tersebut menuai banyak kritik. Herbert Spencer berpendapat “semua perubahan yang dimulai dari seseorang berasal dari generasi – generasi yang telah mendahuluinya”. Sebagian besar dari para sejarawan iptek tidak percaya bahwa semua penemuan berasal dari “seorang penemu yang hanya mengandalkan imajinasi, keinginan, dan kemampuan intelektualnya sendiri”, menurut sejarawan Yale University Daniel Kevles. Dalam arti lain, pimpinannya tergantung kepada berbagai sumber daya alam, tenaga ahli, dan kesempatan yang tersedia. Anggapan adanya pahlawan teknologi bersikap kurang adil bagi banyaknya pihak yang telah berkontribusi dalam pengembangan teknologi baru, serta meremehkan struktur atau sistem yang diperlukan untuk menciptakan inovasi berikutnya.
     Sebagai contoh, CEO SpaceX Elon Musk sangat membutuhkan para pakar teknologi antariksa seperti JB Straubel (Chief Technology Officer). Ada juga Gwynne Shotwell, Presiden perusahaan, yang mengelola divisi opersional dan menangani negosiasi perusahaan. Di sektor IT, kualitas desain produk Apple sangat tergantung kepada keahlian desainer Jonathan Ive dan anak buahnya. Banyak yang berpendapat bahwa inovasi yang terbaik berasal dari pemikiran kolektif. Terdapat berbagai metode untuk memotivasi atau menstimulasi karyawan untuk berinovasi. Sebagai contoh, Rite Solutions menciptakan “idea market” yang bernama “Mutual Fun”, di mana setiap karyawannya dapat memberi gagasan yang dicatat seperti perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham. Setiap karyawan diberi “uang virtual” sebesar $10.000 untuk “berinvestasi” dan dapat berkontribusi terhadap ide tersebut secara sukarela. Jika memperoleh dukungan cukup banyak, proyeknya disetujui dan siapaun yang mendukungnya memperoleh bagian dari laba proyek itu. Hasilnya, dalam tahun pertama, Mutual Fun memberikan 50% dari seluruh sumber pertumbuhan perusahaan.
     Selain faktor – faktor internal, berbagai faktor eksternal sangat menentukan. Dukungan dari pemerintah Amerika Serikat untuk penelitian dasar dan subsidi untuk mobil listrik dan panel surya sangat besar, namun kontribusinya kurang mendapat perhatian. Tahun ini, pemerintah AS telah memberikan anggaran sebesar $ 267 juta untuk eksplorasi planet Mars, meningkat dari $ 185 juta untuk tahun 2015. Pendanaan ini sangat diandalkan oleh perusahaan swasta seperti SpaceX, yang meluncurkan roket pertamanya tahun 2008 untuk memenangkan kontrak sebesar $1,6 milyar dari NASA. Teknologi dasar perjalanan antariksa juga didanai oleh NASA. Di sektor otomotif, pengembangan baterai lithium ion didanai Department of Energy AS dan National Science Foundation di akhir tahun 1980-an, dan kesempatan ini telah diambil oleh Tesla Motors. Tesla juga pernah menerima insentif pajak sebesar $ 1,29 milyar dari pemerintah negara bagian Nevada untuk pabrik baterai mobil. Untuk sektor IT, pengembangan teknologi seperti internet dimulai tahun 1973 oleh U.S. Defense Advanced Research Project Agency (DARPA). Penelitian teknologi GPS dimulai oleh U.S. Department of Defense dengan menggunakan 24 umit satelit.  Teknologi layar sentuh berawal dari penelitian yang diadakan oleh badan riset tenaga nuklir Eropa CERN.
     Pemeritah Tiongkok telah memberikan dana sebesar $ 231 milyar untuk mendukung perusahaan – perusahaan baru di tahun 2015, yang dikenal sebagai dana bimbingan pemerintah. Pendanaan ini dimaksud untuk memicu investasi pihak swasta yang cenderung ragu untuk investasi di tahapan awal usaha baru. Meskipun ada beberapa kalangan yang ragu upaya ini akan mendorong inovasi, setidaknya pemerintah Tiongkok berupaya untuk mempromosikan kewiraswastaan.
     Mengandalkan peran pemerintah saja tidak cukup. Perusahan – perusahaan teknologi juga membutuhkan modal dari perusahaan venture capital atau investor, yang lebih siap mengambil risiko yang cenderung dialami perusahaan teknologi. Mereka, terutama yang di negara – negara maju, juga memberikan mentoring, keahlian teknis, keuangan, dan pemasaran, serta dukungan manajerial secara langsung untuk perusahaan baru. Investor awal juga dapat membantu perusahaan baru dalam memperoleh dana investasi tambahan dan menuju IPO (Initial Public Offering) agar perusahaannya tecatat di bursa saham. Tingkat risiko yang tinggi dikompensasi dengan porsi kepemilikan investor yang signifikan di perusahaan baru. Para investor menanam modal berdasarkan perhitungan tingkat risiko yang mereka sanggup menerima.
     Di Amerika Serikat, terdapat Small Business Administration yang memberi lisensi ke perusahaan investasi usaha kecil untuk membantu pendanaan dan pengelolaan UKM di Amerika Serikat. Perusahaan investasi memiliki peran sangat penting bagi perkembangan perusahaan seperti Apple di tahun 1980 – an. Jumlah perusahaan yang ditanamkan modal bertambah dari belasan perusahaan di awal dekade itu menjadi lebih dari 650 perusahaan di akhir dekade. Modal yang dikelola perusahaan – perusahaan tersebut meningkat dari $ 3 milyar menjadi $ 31 milyar dalam 10 tahun.
     Faktor – faktor di atas, atau sisi ekonomi mikro, juga dipengaruhi oleh faktor politik dan ekonomi makro seperti perubahan nilai tukar uang. Keadaan di bursa efek dan fluktuasi tingkat suku bunga dapat mempengaruhi kemampuan suatu perusahaan untuk tetap beroperasi. Pembangunan infrastruktur jalan tol mempermudah akses ke lokasi usaha tersebut. Begitu pula dengan pembangunan perumahan untuk para dan calon pekerja untuk menetap dekat dengan perusahaan itu. Perkembangan tren di kalangan konsumen seperti penggunaan teknologi media sosial dan belanja online telah mempengaruhi hampir semua perusahaan. Setiap perusahaan harus beradaptasi dengan keadaan ini. Perubahan keadaan demografi, seperti bertambahnya konsumen muda dan lajang, dapat berpengaruh ke bisnis yang mengandalkan konsumen keluarga. Selain kemampuan mengikuti tren pasar, keberhasilan perusahaan dan pimpinannya tergantung dengan kondisi ekonomi dan politik, baik domestik maupun internasional.

Jumat, 06 Mei 2016

Sukarnya Memiliki Perusahaan Teknologi

     Ketergantungan konsumen yang semakin meningkat terhadap dunia maya membuat inovasi di sektor IT tiada henti. Sebagai contoh, akhir – akhir ini terdapat sebuah aplikasi video streaming dari handphone bernama Periscope. Perusahaan tersebut telah diakuisisi Twitter, bahkan sebelum aplikasi tersebut diperkenalkan kepada publik. Kita juga telah diperkenalkan berbagai konsep teknologi baru akhir – akhir ini, seperi teknologi 3D printer, connected home, dan self - driving cars.
    Dibalik menggiurkannya prospek perusahaan teknologi, biaya mendirikan dan mengoperasikannya cenderung besar. Sebagai contoh, Snapchat memerlukan dana investor sekitar $ 70 juta. Sebagian besar pengeluarannya untuk membayar gaji karyawan dan pengoperasian server. Beberapa aplikasi web dan mobile, serta toko online, butuh biaya besar. Semakin banyak waktu dan orang yang dibutuhkan, semakin tinggi biayanya.
     Untuk  membangun sebuah aplikasi atau toko online, dibutuhkan setidaknya 4 orang developer untuk merancang, mengimplimentasikan, menguji, dan meluncurkannya selama 6 bulan. Masalahnya, biaya pengembangan justru membengkak setelah tahap peluncuran. Perusahaan seperti Amazon dan Facebook harus menghabiskan dana jutaan dolar setiap tahunnya untuk meng – update situsnya sebagai akibat dari perubahan cara mengakses internet serta perubahan hardware dan browser. Meskipun pengiriman email ke satu atau dua pelanggan cukup untuk volume rendah, customer service dibutuhkan untuk melayani  ratusan atau ribuan request. Meskipun ini lebih efektif ketimbang adword marketing, perusahaan harus membayar staf untuk menjawab  telpon dan menulis tanggapan lewat Facebook. Facebook sendiri menghabiskan dana $ 1 juta per bulan untuk biaya listrik. Perusahaan yang tidak sebesar Facebook harus membayar sekitar $ 20 ribu per bulan untuk jasa hosting.
   Besarnya biaya operasional inilah yang akhirnya memicu keinginan dari pendiri startup teknologi untuk  mencari dana investasi atau diakuisisi perusahaan besar. Mereka sendiri juga mengakui kompleksnya urusan manajemen perusahaan besar. Terdapat asumsi bahwa memberi wewenang manajemen ke orang – orang berpengalaman adalah pilihan terbaik. Meskipun tidak semua pendiri sekaligus pimpinan perusahaan awalnya orang – orang yang berpengalaman, tetapi mereka dikelilingi oleh berbagai penasihat dan investor yang telah lama berkecimpung di dalam sektor IT. Ini perlu untuk mengelola perusahaan dengan pengguna massal.
     Model bisnis yang cukup populer di sektor IT untuk mendukung penggunaan massal adalah freemium. Karena setiap user dapat mengakses konten utama secara gratis, sumber penjualannya cenderung mengandalkan iklan digital. Ada beberapa yang menagih akses ke layanan versi mutakhirnya. Model bisnis freemium menetapkan pembatasan berdasarkan fitur (seperti video games Gameloft yang diunduh gratis), waktu (seperti Microsoft Office 30-day trial), kapasitas (Micorsoft Onedrive), dan kelas pelanggan (software grafis Autodesk gratis untuk mahasiswa).   
      Freemium merupakan model bisnis yang cukup “baru” yang menggiurkan investor karena besarnya pangsa pasar perusahaan yang menerapkannya. Akuisisi dan investasi juga dilakukan berdasarkan “spekulasi” perusahaan pengakuisisi atau investor terhadap teknologi bara yang bakal menjadi tren di masa mendatang. Bahkan, sebagian besar produk – produk perusahaan IT seperti Google berawal dari akuisisi perusahaan – perusahaan IT kecil/startup. Meskipun jumlah akuisisi dan investasi perusahaan IT menurun beberapa tahun terakhir, nilai total sektornya justru meningkat. Perusahaan – perusahaan pengakuisisi rela membayar mahal untuk cepat tiba di segmen pasar baru, seperti akuisisi Whatsapp oleh Facebook senilai $ 22 milyar.
     Akhir – akhir ini investor cenderung mengejar “mega deals” ketimbang investasi di berbagai perusahaan kecil. Sebagai contoh, Uber Technologies memperoleh lebih dari $ 3 milyar sejak Desember 2014 untuk mengembangkan jasa taxi online – nya. Investor memilih memperoleh bagian relatif kecil dari “pemenang – pemenang” terbesar.  Meskipun pengembangan teknologi secara organik (dengan dana sendiri) lebih baik, perubahan cepat dan siklus usia produk yang pendek mendorong perusahaan besar untuk mengakuisisi ketimbang mengembangkannya sendiri. Teknologi baru seperti virtual reality yang sedang “naik daun” juga membutuhkan modal awal dan operasional besar. Pembuat virtual reality Oculus Rift belum lama ini telah diakuisisi Facebook.
     Sedangkan investor menuntut perusahaan teknologi untuk  menghasilkan laba jangka pendek atau memperbaiki kinerja keuangannya. Itulah mengapa berbagai perusahaan melakukan penjualan anak perusahaan atau spin – off. Seperti meningkatnya kebutuhan akan cloud services yang memicu beberapa perusahaan untuk melakukan spin – off untuk memanfaatkan teknologi cloud computing. Perusahaan yang diakuisisi belum tentu memiliki model bisnis yang sesuai dengan perusahaan induk. Perusahaan hardware komputer Hewlett – Packard melakukan spin – off terhadap divisi PC/Printer (HP Inc.) dan divisi Enterprise Solutions (HP Enterprises) untuk mengambil peluang di sektor financing dan perkembangan teknologi komputer dan printer seperti 3D printing.
   Terbosan teknologi seperti robot untuk pabrik dan aplikasi rumah tangga membutuhkan waktu cukup lama, di samping biaya besar, untuk berguna bagi konsumen.  Sebagai contoh, Google menghabiskan hampir $4 milyar di sejumlah teknologi baru seperti self – driving cars, perabot rumah tangga terkoneksi (Nest), jaringan broadband (Fiber), dan terobosan medis untuk memperpanjang ekspektasi hidup (Celico). Meskipun demikian, Google akhirnya harus menjual (spin - off) anak perusahaan Boston Dynamics karena saat ini pasar belum membutuhkan produk robotnya. Jumlah spin – off meningkat 71.4 % dalam tiga tahun terakhir (2012 – 2014) dan diperkirakan akan meningkat. Investasi ke perusahaan baru menurun sekitar 11 % di kuartal pertama dibandingkan tahun  lalu.
     Ada baiknya pendirian usaha baru tidak mengandalkan modal eksternal, atau boostrapping. Produk yang bisa dikembangkan dengan bootstrapping adalah aplikasi dan software kecil. Dengan bootstrapping, pendiri perusahaan tidak perlu melapor ke siapapun dan tidak akan diawasi seperi perusahaan yang didanai investor. Sebagian perusahaan tersebut akhirnya juga memerima investasi dari pihak luar untuk mempercepat pertumbuhan dan menghadapi persaingan yang lebih sengit.  Tidak semuanya bisa hanya mengandalkan modal sendiri, seperti usaha e – commerce atau hardware, yang cenderung membutuhkan modal awal besar. Produk yang terbaik adalah yang mana pelanggan bersedia membayar.