Kamis, 16 Juni 2016

Yahoo! Dan Konsolidasi Bisnis Internet

Menurunnya Yahoo!
     Sebenarnya harga saham Yahoo tahun 2013 empat meningkat dua  lipat sejak tahun sebelumnya. Tetapi, itu karena munculnya berita dewan direksi perusahaan internet tersebut mengadakan rapat untuk menentukan nasib CEO Marissa Mayer dan keputusan untuk diakuisisi. Setelah itu, harganya perlahan – lahan ,di antara lain karena akuisisi besar seperti Tumblr yang memberikan hasil yang mengecewakan investor. Tekanan investor kepada Mayer untuk mengurangi 15 % karyawannya telah mengindikasikan sikap membabi buta. Jika ditinjau sejarahnya, Yahoo telah dikomandani 6 CEO dalam 10 tahun terakhir. Ini menunjukkan perusahaan yang tidak memiliki visi jangka panjang yang jelas.
     Yahoo belum memiliki brand mission dan mission statement resmi. Mungkin mission statement tidak begitu penting, tetapi setiap perusahaan perlu suatu tujuan merek sebagai arahan kerjanya. Perusahaan internet lainnya, Google, punya misi merek yang jelas, yaitu “untuk mengorganisir informasi dunia dan membuatnya mudah diakses dan bermanfaat”.
     Walaupun Google memiliki visi jangka panjang jelas dan hebat, kebanyakan data yang tersedia diperoleh pengguna cara cuma – cuma. Jika demikian, seberapa banyak tingkat penjualannya dibandingkan dengan pengeluarannya. Meskipun menguasai pangsa pasar search engine, dengan penjualan sebesar $ 21,39 milyar untuk kuartal terakhir tahun 2015, biaya pengoperasiannya sangat besar , yaitu $ 15,95 milyar ( ¾ jumlah penjualan) di kuartal yang sama. Sedangkan, saya tidak merasa terlalu heran dengan nasib Yahoo, jika dibandingkan dengan Google atau Facebook. Baik Yahoo, Google, maupun Facebook, memberi konten freemium yang sangat banyak.

Sumber Penjualan Freemium
     Sumber utama penjualan model bisnis freemium adalah iklan digital. Lamanya tayangan iklan di suatu situs tergantung dari perusahaan pemasang iklan. Jika perusahaan tersebut merasa pemasangan iklan tidak banyak mendongkrak tingkat penjualannya, perusahaan tersebut akan mencabut iklannya. Jasa cloud computing juga menggunakan model freemium untuk penggunaan sampai kilobyte tertentu, dan penggunaan di atas itu dikenakan biaya. Yang menjadi pertanyaan adalah sulitnya melacak penggunaan oleh satu individu yang dapat memakai lebih dari satu account email. Beberapa kelompok file bisa di - save dengan satu account dan sisanya di - save di accout keduanya. Jadi, pemilik dua atau lebih account dapat menghindari membayar untuk cloud services tersebut.
     Game freemium dikritik oleh penggunanya yang menganggap pemain harus membayar intuk menang.  Ini merupakan dilema untuk penyedia aplikasi gaming dan tekanan untuk memberi lebih banyak game gratis. Jika semakin banyak game yang ditawarkan secara gratis, bagaimana perusahaan tersebut bisa balik modal, terutama usaha kecil?

Banyak yang Gagal Independen
     Berbagai perusahaan digital yang semulanya mengandalkan digital advertising akhirnya “menghilang”. Seperti Youtube, yang merupakan perusahaan independen sebelum diakuisisi Google tahun 2007. Kita juga pernah mendengar rontoknya berbagai saham perusahaan internet di tahun 2000. Itu terjadi karena para investor Wall Street ragu dengan prospek jangka panjang perusahaan internet, dan akhirnya mereka menjual saham – sahamnya secara besar – besaran. Banyak perusahaan digital seperti Flickr, Tumblr, Whatsapp, dan Instagram telah diakuisisi oleh perusahaan – perusahaan digital besar seperti Google, Yahoo, dan Facebook. Terdapat falsafah untuk perusahaan internet, seperti “get large or get lost”. Kita dapat memetik pelajaran bahwa keberhasilan Facebook untuk menjadi sangat dominan di media sosial dan tetap dipercaya investor adalah berkat visi, model bisnis, dan kemudahan penggunaan situsnya.

Dikendalikan Investor
     Akuisisi perusahaan internet, terutama yang baru, sering terjadi karena tekanan dari investor perusahaan teknologi baru tersebut untuk menaikkan nilai perusahaannya dan untuk balik modal. Yang menjadi perusahaan induk biasanya adalah perusahaan publik karena nilai akuisisinya bisa maksimal dan adanya harapan nilai saham investor dapat naik drastis. Biasanya, pengaruh investor seperti modal ventura di usaha intenet baru cukup besar, disamping kepemilikan di perusahaannya. Walaupun dapat menciptakan jaringan bisnis dan lebih berpengalaman, “bekal” dari investor belum tentu bermanfaat untuk kepentingan jangka panjang usaha barunya. Perubahan teknologi atau model bisnis dari perusahaan saingannya dapat membuat keputusan pemodal ventura menjadi cepat usang. Bobot pengaruh pemodal ventura seperti operasional perusahaan sehari – hari dengan pengaruh pendiri usaha seperti visi jangka panjang sebaiknya seimbang.

Perusahaan Internet Tinggal Segelintir
     Saya kira jumlah perusahaan imternet untuk ke depannya semakin sedikit. Saat ini Twitter diisukan bakal dimerger dengan Yahoo. Meskipun belum tentu terwujud, beberapa pengamat menganggap Twitter juga mengalami kesulitan. Tetapi,  saya berharap Twitter dapat bertahan independen di jangka panjang.
     Maraknya akuisisi perusahaan IT seperti Whatsapp, Instagram, Tumblr, Oculus, dan masih banyak lagi menandakan semakin sedikitnya perusahaan internet yang bertahan secara independen. Tingkat persaingan yang makin sengit, biaya operasional tinggi, dan sulitnya meraup laba di tahun – tahun pertama membuat para pendiri usaha teknologi tersebut akhirnya buru – buru mencari perusahaan calon pembeli usaha itu. Setelah proses akuisisi, harga saham perusahaan induk cenderung naik, seperti saham Facebook yang bernilai $ 118,39 saat ini dari $ 90 tahun kemarin. Kesempatan mengakuisisi juga digunakan untuk akses ke segmen pasar dan produk baru.
     Untuk kedepannya, mungkin hanya Google yang menawarkan search engine. Saat ini Google menguasai 63,9 % pangsa pasar search engine. Peringkat saingannya, Bing dari Microsoft, di Alexa menurun menjadi 17 dan memiliki 20,9 % pangsa pasar. Sejarah menunjukkan untuk suatu produk, perusahaan yang memiliki pangsa pasar dominan akan semakin dominan. Untuk media sosial, hanya Facebook dan mungkin Twitter. Situs -situs fotografi independen tetap ada, tetapi segmen pasarnya adalah pelanggan yang bersedia untuk membeli foto – fotonya. Karena perusahaan yang diakuisisi adalah yang banyak menawarkan freemium, konsolidasi sektor ini membuat saya mempertanyakan keberadaan model bisnis freemium  di masa depan. Ketergantungan konsumen yang semakin tinggi terhadap media sosial bakal memberi kesempatan bagi perusahaan media sosial untuk menagih konsumen yang sebelumnya tidak membayar. Barangkali banyak dari mereka yang akhirnya bersedia membayar. Sebab segmen search engine dan media sosial sudah nampak monopolistik. Sektor internet bakal menjadi monopolistik. Sektor itu hanya terdiri dari perusahaan – perusahaan yang menawarkan produk unik atau terdiferensiasi, seperti Google di search engine, Facebook di media sosial, dan Twitter di micro blogging.

Kamis, 09 Juni 2016

Calon Pengganti Smartphone

Kenyamanan Smartphone
     Ukuran layar rata – rata 3,5 h – 4 inci merupakan ukuran minimal untuk dianggap nyaman untuk browsing dan kegiatan dunia maya lainnya. Sudah 9 tahun formasi hardware, atau form factor, smartphone belum banyak berubah. Peningkatan teknologi display dan baterai tetap ada, penambahan jumlah aplikasi seperti sistem GPS semakin mulus untuk smartphone murah. Banyaknya jumlah data seperti email, update status, dan info berita semakin mudah diakomodir tanpa crash.
     Menurut Direktur jurnal online ZDNet Larry Dignan para pembuat gadget smartphone bersaing di spesifikasi gadget yang dapat dibuat lainnya dengan sangat cepat. James Kendrick, jurnalis ZDNet, mengharapkan adanya suatu inovasi gadget yang memiliki efek eforia serupa dengan saat smartphone diperkenalkan untuk pertama kali. Saya juga mengharapkan demikian, tetapi tetap belum punya “bayangan” inovasi gadget apa yang dianggap revolusioner. Tetapi, terlebih dahulu saya ingin membahas berbagai kategori gadget baru, baik yang telah dipasarkan maupun masih diuji coba.

Smartwatch
     Gadget ini, sebagai wearable device, dianggap lebih personal ketimbang smartphone. Berbagai aplikasi yang mirip dengan aplikasi pada smartphone dapat dimuat. Tetapi, form factor smartwatch dari segi fungsionalitas tetap akan kalah dengan smartphone. Meskipun kapasitas memori smartwatch dapat meningkat, teknologi yang digunakan akan diterapkan di smartphone dengan mudah. Untuk segmen pasar pengguna jam tangan konvensional atau analog, pelanggannya menginginkan faktor seperti daya tahan baterai, tampaknya unsur mekanik, dan desain jam tangan.
     Tetapi, segmen pasar jam tangan konvensional masih terbatas karena ponsel termurah sudah dilengkapi dengan jam digital. Segmen pasar yang tidak memakai jam tangan kurang tertarik karena fitur smartphone yang dimilikinya sudah lengkap. Kelengkapan fitur smartphone sekarang juga menyebabkan berubahnya demografi, dimana generasi muda jarang mengenakan jam tangan. Para pembuat smartwatch masih kesulitan dalam menentukan segmen pasar dan menjelaskan manfaat dan keunggulannya. Ukuran layar, jika dibandingkan dengan smartphone, kalah jauh. Saat ini, dua produk indikator waktu yang paling lazim dibeli adalah jam tangan analog berharga mahal, yang digunakan sebagai aksesoris mode, dan smartphone. Smartwatch yang digunakan sekarang lebih banyak berfungsi sebagai fitness tracker, yang kurang praktis dilihat di smartphone.

Head – Up Display (HUD)
    Semula, HUD digunakan untuk kepentingan militer dan industri. Dengan harga antara $ 250 dengan $ 600, HUD dapat menggunakannya dengan menggerakan kepala atau teknologi input suara. HUD lebih banyak digunakan untuk gaming, seperti Oculus Rift VR yang diakuisisi Facebook 2 tahun yang lalu. Tetapi, saat ini HUD seperti Oculus Rift harus disambung dengan komputer PC  yang dilengkapi dengan Graphic Processing Unit (GPU) kuat seperti AMD R9 290. Penggunaan HUD secara mobile nampaknya harus menunggu waktu yang cukup lama.

Konsep Gadget Lainnya
     Layar fleksibel sedang dikembangkan oleh perusahaan seperti Samsung dan LG.  Tetapi, LG mengklaim saat ini teknologi gadget yang dapat dilipat masih terlalu mahal untuk diproduksi masal. Samsung sedang mengajukan hak paten smartphone seperti pensil/pulpen dilengkapi dengan layar yang dapat digulung. Meskipun lebih kecil ketimbang smartphone, saya masih ragu dengan minat konsumen untuk membelinya karena masih lebih praktis menggunakan smartphone model sekarang.
     Google dan Levi's sedang bekerjasama untuk menguji coba jaket yang dilengkapi dengan software. Sebagai kategori baru smart clothes, jaket yang diuji coba dalam proyek Project Jacquard ini terbuat dari tekstil/kain konduktif dan pengguna dapat menyentuh kain tersebut untuk menggunakan berbagai aplikasi. Sebuah gadget elektronik fleksibel dapat ditempel di jaket dan dilepas dai jaket untuk dicharge. Elektronik tersebut harus ditempel dekat lengan sebab lengan itulah yang paling mudah digunakan. Tetapi ini berarti pengguna harus mengangkat lengannya selama menggunakan gadget itu, yang saya kira kurang nyaman dibandingkan dengan menggunakan smartphone.
      Dominasi smartphone dibantu dengan micro projector yang dapat dihubungkan dengan smartphone untuk menghasilkan resolusi sebesar 1280 x 768 pixel. Dengan harga versi terjangkau sekitar $ 200 sampai $ 300, gadget ini bakal menjadi puncak inovasi smartphone dengan memberi pilihan menikmati resolusi sebesar layar PC.

Kenyamanan Pengguna dan Pemasaran
     Mungkin saya bukan orang yang paling tepat dalam menjelaskan perihal desain produk dan user experience. Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengguna smartphone, fitur – fitur, dan aksesoris yang telah ada sudah hampir cukup untuk penggunaan consumer devices sehari – hari. Apapun bentuk gadget baru yang akan diperkenalkan di pasar, kenyamanan bagi pengguna adalah faktor terpenting. Berberapa perusahaan menganggap “barunya” suatu gadget membuat suatu gadget menjadi menarik bagi calon pelanggan. Apakah alasannya di antara lain adalah untuk menggerakkan harga saham perusahaan yang bersangkutan, saya kurang tahu. Elemen user experience terpenting adalah ukuran display, tingkat penggunaan secara intuitif, jumlah fitur, dam kecepatan.
     Kurangnya eforia publik dan penjualan untuk gadget – gadget baru mungkin disebabkan oleh kurang efektifnya pemasaran. Saya teringat oleh presentasi perkenalan iPhone oleh Steve Jobs tahun 2007 yang memperkenalkan 3 “produk” baru, yaitu “iPod dengan layar lebar, sebuah ponsel, and alat internet communicator baru”. Akhirnya dijelaskan bahwa  ketiganya sudah berada di dalam satu perangkat yang bernama iPhone. Terdapat slogan yang digunakan seperti “Apple reinvents the phone” yang membantu penjualan di tahun pertama lebih dari 6.000.000 unit. Penggunaan slogan pemasaran tersebut, selain menarik perhatian, juga mudah diingat dan memberi arti merek tersebut. Sebagai kesimpulan, perusahaan yang mampu mengkomunikasikan manfaat produknya secara efektif akan berhasil memasarkannya.

Rabu, 01 Juni 2016

Strategi Bisnis Mobil Driverless

     Keberadaan mobil driverless, yang merupakan sektor baru (emerging industry), sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Mengingat artikel sebelumnya mengenai sektor smsrtphone yang telah mature, baik sektor IT maupun otomotif sudah mencapai tingkat persaingan jenuh. Berbagai perusahaan dari kedua sektor itu sedang mencari teknologi baru yang akan berkembang menjadi sektor baru, seperti mobil terkoneksi/driverless. Mungkin mobil -  mobil ini bakal menjadi mainstream, meskipun masih terdapat berbagai kendala dalam penerapannya. Awalnya, biaya produksi masih tinggi karena skala produksinya masih kecil dan eksperimen besar juga masih dijalankan, walaupun akhirnya biaya akan menurun. Seperti teknologi remote sensing LIDAR, yang sebelumnya memakan biaya $ 70.000 tahun 2010, sekarang seharga $ 1.000 berkat produksi massal. Persoalan hukum sedang diselesaikan dengan beberapa negara seperti Jepang dan Inggris yang mempersiapkan perangkat hukum untuk mobil driverless. Salah satu peraturan yang sedang diajukan adalah kewajiban seseorang untuk berada di belakang setir mobil. Kegiatan yang  mengganggu pengemudi seperti mengirim text messages akan diatur. Mungkin persoalan sulit adalah tingkat kepercayaan penumpang intuk membiarkan mobilnya berjalan sendiri dan menghilangkan anggapan mobil tersebut dapat disabotase oleh hacker. Sebuah studi oleh University of Michigan transportation Research Institute menunjukkan hanya 15 % responden yang menyambut mobil driverless.

Upaya Google, Tesla, dan Apple
     Perusahaan – perusahaan IT seperti Alphabet (perusahaan induk Google) dan Apple telah berupaya mengembangkan mobil terkoneksi disebabkan oleh kemampuan finansialnya. Google telah mengembangkan prototip mobil driverless tanpa setir, pijakan gas, dan pijakan rem. Penjualan Alphabet sebesar $ 74,98 tahun 2015 memungkinkan program driverless car terlaksana, seperti menciptakan software movil driverless bernama Google Chauffeur. Dalam uji cobanya, Google juga menggunakan berbagai merek mobil yang telah ada, seperti Lexus RX. Perusahaan ini  telah membentuk aliansi dengan Ford, Volvo, dan jasa taxi online Uber dan Lyft untuk melobi berbagai pemerintah negara bagian Amerika Serikat untuk mengizinkan pengoperasiannya. Peraturan/regulasi yang matang diperlukan agar semua perusahaan yang masuk dapat beradaptasi dan berkembang di sektor ini. Adanya peraturan yang mengkategorikan pengemudi robot sama dengan pengemudi manusia menunjukkan pihak regulator mulai mendukung.
     Apple telah memperkenalkan software CarPlay yang mengintegrasikan iPhone dengan beberapa mobil untuk memberikan petunjuk perjalanan, bertelpon, dan mendengarkan musik.  Investasi Apple di perusahaan taxi online Tiongkok Didi Chuxing senilai $ 1 milyar dan rekrutmen beberapa mantan eksekutif Tesla memperkuat spekulasi Apple bakal membuat mobil listrik driverless. Investasi tersebut memberikan Apple akses ke data Didi tentang kebiasaan jutaan pengemudi di Tiongkok, yang akan membantu dalam mengembangkan teknologi CarPlay. Beberapa pihak berpendapat peluang terbaik Apple terletak di pembuatan software mobil, yang semakin dibutuhkan. Tetapi, dengan semakin terjangkaunya biaya komponen otomotif dan biaya manufaktur, keputusan Apple untuk mendesain mobil driverless tidak akan mengejutkan. Sebab, Apple punya catatan sejarah untuk mendesain semua elemen produk, mulai dari hardware, software, dan layanan digital.
     Tesla telah menentukan segmen pasar untuk mobil listrik dan driverless, yaitu segmen atas sebagai first time buyers. Menentukan segmen pembeli di tahap perkembangan awal sangat penting untuk dapat memperkirakan perkembangan sektor sebab pembeli awal sangat menentukan bagaimana suatu sektor merancang, memproduksi, dan memasarkan produknya. Strategi yang dipilih Tesla dinilai tepat karena biaya investasi teknologi baru cenderung tinggi dan memasang harga tinggi dapat mempercepat kembalinya modal. Fitur koneksi internet seluler di setiap mobil Tesla Model S diakui memeperkuat posisi produsen mobil listrik tersebut di dalam persaingan mobil driverless. Tesla telah memasang software mobil driverless yang melakukan update secara rahasia, tetapi software ini belum benar – benar mengendalikan kendaraannya. Informasi yang dikumpulkan berupa kebiasaan mengemudi dan kondisi lalu lintas. Terdapat pula fitur Autopilot yang memungkinkan kendaraan untuk melaju persis di tengah jalur. Posisi Tesla saat ini lebih unggul ketimbang Google yang masih menggunakan mobil prototip. Jumlah mobil Tesla yang telah beredar telah mengumpulkan lebih banyak data.
     Berbagai metode dan teknologi yang diuji coba dan diterapkan menunjukkan konfigurasi produk yang masih belum pasti. Teknologi produksi yang paling efisien juga masih dicari. Google, yang berspekulasi  membuat prototip mobil tanpa setir, pijakan gas dan rem, belum tentu memasarkan mobil seperti demikian. Sebab, sebagian besar konsumen masih menginginkakenraan yang juga dapat dikendalikan secara konvensional. Beebagai alternatif positioning produk/pasar, metode pemasaran, pelayanan purna jual, dan sebagainya juga masih dicari.

Tekanan Untuk Industri Otomotif
     Produsen – produsen otomotif seperti General Motors (GM) juga mengembangkan kemudi otomatis, meskipun belum menggunakan konektivitas internet dan update seperti yang diterapkan Tesla. Seperti produsen otomotif lainnya, GM memperoleh tekanan untuk menerapkan dan meningkatkan teknologi mobil terkoneksi. Perusahaan – perusahaan IT seperti Google, Apple, dan Uber memiliki kemampuan untuk mengunggulinya. Sebanyak 39 % responden suatu studi menginginkan teknologi konektivitas mobil yang dapat membantu mereka dalam navigasi dan menghemat bahan bakar. Pilihan para produsen otomotif adalah investasi di teknologi konektivitas atau kolaborasi dengan perusahaan IT.
     Meningkatnya kebutuhan mobil terkoneksi akan membantu jasa mobil terkoneksi untuk berpotensi meraup penjualan sebesar $ 40 milyar tahun 2020. Segmen  pasar baru ini juga menarik minat perusahaan operator seluler untuk terjun, dengan bekerjasama dengan produsen otomotif. Apapun model bisnisnya, peluang ini dipermulus oleh subsidi pemerintah yang terus mengalir, seperti rencana Presiden Amerika Serikat Barrack Obama untuk memberi subsidi $ 4 milyar untuk perusahan di Silicon Valley yang terlibat. Hanya saja ketergantungan terhadap subsidi membuat posisi pihak korporat menjadi rentan karena bisa saja ada keputusan politik yang bakal menarik subsidi tersebut.

Keuntungan dan Risiko Perusahaan Pionir
     Perusahaan pionir yang berada di sektor ini harus mengantisipasi rentannya mutu produk, disebabkan oleh kurangnya standarisasi dan komponen yang belum tentu cocok untuk konsep teknologi baru. Ini dapat mempengaruhi kredibilitas di seluruh sektor mobil driverless. Kredibilitas ini akan berpengaruh ke kemampuan pihak perusahaan untuk memperoleh kredit atau pendanaan dari komunitas investor. Terdapat risiko “ketinggalan zaman” jika pembeli menganggap teknologi baru lainnya bakal muncul. Pembeli seperti ini cenderung akan menunggu pelambatan perkembangan teknologi dan penurunan harganya.
     Meskipun penuh tantangan, kelebihan utama perusahaan pionir adalah posisinya yang kuat untuk menentukan “aturan main” desain produk, metode pemasaran, dan penetapan harga. Reputasi sektor yang masih belum terbentuk membuat para perusahaan di dalamnya agak saling tergantung untuk berhasil. Oleh karena itu, perusahaan harus mengimbangi advokasi sektor dengan kepentingan perusahaan itu sendiri. Sebaiknya Google, Apple, Tesla, dan perusahaan pionir lainnya saling “membantu” untuk mendorong standarisasi, mengawasi mutu di bawah standar, dan menjaga konsistensi di hadapan konsumen, pemasok, pemerintah, dan komunitas investor. Keberadaan asosiasi sektor dapat membantu promosi tersebut. Apalagi mobil driverless membutuhkan berbagai pusat penyimpanan data dan pemasangan sensor di jalan raya, yang membutuhkan investasi besar dan kerjasama antara perusahaan otomotif, IT, pengolahan data, dan pemerintah.
      Apa yang dialami dan dipelajari perusahaan pionir dalam membentuk dan membangun sektor sangat sulit untuk ditiru oleh perusahaan pengikut. Jika pelanggan menyambut dengan baik, mereka menjadi lebih loyal terhadap perusahaan pionir. Adapun risiko perusahaan pionir meliputi tingginya biaya untuk mengedukasi pelanggan, menunggu persetujuan pemerintah, dan riset dan penelitian. Untuk menghadapi pesaing yang tiba nanti, sebaiknya perusahaan pionir fokus ke keunggulannya sendiri, atau mendorong masuknya pesaing dengan menawarkan lisensi produk. Perusahaan yang menawarkan lisensi tersebut bisa saja memperoleh monopoli pasar, meskipun untuk sementara.