Jumat, 06 Mei 2016

Sukarnya Memiliki Perusahaan Teknologi

     Ketergantungan konsumen yang semakin meningkat terhadap dunia maya membuat inovasi di sektor IT tiada henti. Sebagai contoh, akhir – akhir ini terdapat sebuah aplikasi video streaming dari handphone bernama Periscope. Perusahaan tersebut telah diakuisisi Twitter, bahkan sebelum aplikasi tersebut diperkenalkan kepada publik. Kita juga telah diperkenalkan berbagai konsep teknologi baru akhir – akhir ini, seperi teknologi 3D printer, connected home, dan self - driving cars.
    Dibalik menggiurkannya prospek perusahaan teknologi, biaya mendirikan dan mengoperasikannya cenderung besar. Sebagai contoh, Snapchat memerlukan dana investor sekitar $ 70 juta. Sebagian besar pengeluarannya untuk membayar gaji karyawan dan pengoperasian server. Beberapa aplikasi web dan mobile, serta toko online, butuh biaya besar. Semakin banyak waktu dan orang yang dibutuhkan, semakin tinggi biayanya.
     Untuk  membangun sebuah aplikasi atau toko online, dibutuhkan setidaknya 4 orang developer untuk merancang, mengimplimentasikan, menguji, dan meluncurkannya selama 6 bulan. Masalahnya, biaya pengembangan justru membengkak setelah tahap peluncuran. Perusahaan seperti Amazon dan Facebook harus menghabiskan dana jutaan dolar setiap tahunnya untuk meng – update situsnya sebagai akibat dari perubahan cara mengakses internet serta perubahan hardware dan browser. Meskipun pengiriman email ke satu atau dua pelanggan cukup untuk volume rendah, customer service dibutuhkan untuk melayani  ratusan atau ribuan request. Meskipun ini lebih efektif ketimbang adword marketing, perusahaan harus membayar staf untuk menjawab  telpon dan menulis tanggapan lewat Facebook. Facebook sendiri menghabiskan dana $ 1 juta per bulan untuk biaya listrik. Perusahaan yang tidak sebesar Facebook harus membayar sekitar $ 20 ribu per bulan untuk jasa hosting.
   Besarnya biaya operasional inilah yang akhirnya memicu keinginan dari pendiri startup teknologi untuk  mencari dana investasi atau diakuisisi perusahaan besar. Mereka sendiri juga mengakui kompleksnya urusan manajemen perusahaan besar. Terdapat asumsi bahwa memberi wewenang manajemen ke orang – orang berpengalaman adalah pilihan terbaik. Meskipun tidak semua pendiri sekaligus pimpinan perusahaan awalnya orang – orang yang berpengalaman, tetapi mereka dikelilingi oleh berbagai penasihat dan investor yang telah lama berkecimpung di dalam sektor IT. Ini perlu untuk mengelola perusahaan dengan pengguna massal.
     Model bisnis yang cukup populer di sektor IT untuk mendukung penggunaan massal adalah freemium. Karena setiap user dapat mengakses konten utama secara gratis, sumber penjualannya cenderung mengandalkan iklan digital. Ada beberapa yang menagih akses ke layanan versi mutakhirnya. Model bisnis freemium menetapkan pembatasan berdasarkan fitur (seperti video games Gameloft yang diunduh gratis), waktu (seperti Microsoft Office 30-day trial), kapasitas (Micorsoft Onedrive), dan kelas pelanggan (software grafis Autodesk gratis untuk mahasiswa).   
      Freemium merupakan model bisnis yang cukup “baru” yang menggiurkan investor karena besarnya pangsa pasar perusahaan yang menerapkannya. Akuisisi dan investasi juga dilakukan berdasarkan “spekulasi” perusahaan pengakuisisi atau investor terhadap teknologi bara yang bakal menjadi tren di masa mendatang. Bahkan, sebagian besar produk – produk perusahaan IT seperti Google berawal dari akuisisi perusahaan – perusahaan IT kecil/startup. Meskipun jumlah akuisisi dan investasi perusahaan IT menurun beberapa tahun terakhir, nilai total sektornya justru meningkat. Perusahaan – perusahaan pengakuisisi rela membayar mahal untuk cepat tiba di segmen pasar baru, seperti akuisisi Whatsapp oleh Facebook senilai $ 22 milyar.
     Akhir – akhir ini investor cenderung mengejar “mega deals” ketimbang investasi di berbagai perusahaan kecil. Sebagai contoh, Uber Technologies memperoleh lebih dari $ 3 milyar sejak Desember 2014 untuk mengembangkan jasa taxi online – nya. Investor memilih memperoleh bagian relatif kecil dari “pemenang – pemenang” terbesar.  Meskipun pengembangan teknologi secara organik (dengan dana sendiri) lebih baik, perubahan cepat dan siklus usia produk yang pendek mendorong perusahaan besar untuk mengakuisisi ketimbang mengembangkannya sendiri. Teknologi baru seperti virtual reality yang sedang “naik daun” juga membutuhkan modal awal dan operasional besar. Pembuat virtual reality Oculus Rift belum lama ini telah diakuisisi Facebook.
     Sedangkan investor menuntut perusahaan teknologi untuk  menghasilkan laba jangka pendek atau memperbaiki kinerja keuangannya. Itulah mengapa berbagai perusahaan melakukan penjualan anak perusahaan atau spin – off. Seperti meningkatnya kebutuhan akan cloud services yang memicu beberapa perusahaan untuk melakukan spin – off untuk memanfaatkan teknologi cloud computing. Perusahaan yang diakuisisi belum tentu memiliki model bisnis yang sesuai dengan perusahaan induk. Perusahaan hardware komputer Hewlett – Packard melakukan spin – off terhadap divisi PC/Printer (HP Inc.) dan divisi Enterprise Solutions (HP Enterprises) untuk mengambil peluang di sektor financing dan perkembangan teknologi komputer dan printer seperti 3D printing.
   Terbosan teknologi seperti robot untuk pabrik dan aplikasi rumah tangga membutuhkan waktu cukup lama, di samping biaya besar, untuk berguna bagi konsumen.  Sebagai contoh, Google menghabiskan hampir $4 milyar di sejumlah teknologi baru seperti self – driving cars, perabot rumah tangga terkoneksi (Nest), jaringan broadband (Fiber), dan terobosan medis untuk memperpanjang ekspektasi hidup (Celico). Meskipun demikian, Google akhirnya harus menjual (spin - off) anak perusahaan Boston Dynamics karena saat ini pasar belum membutuhkan produk robotnya. Jumlah spin – off meningkat 71.4 % dalam tiga tahun terakhir (2012 – 2014) dan diperkirakan akan meningkat. Investasi ke perusahaan baru menurun sekitar 11 % di kuartal pertama dibandingkan tahun  lalu.
     Ada baiknya pendirian usaha baru tidak mengandalkan modal eksternal, atau boostrapping. Produk yang bisa dikembangkan dengan bootstrapping adalah aplikasi dan software kecil. Dengan bootstrapping, pendiri perusahaan tidak perlu melapor ke siapapun dan tidak akan diawasi seperi perusahaan yang didanai investor. Sebagian perusahaan tersebut akhirnya juga memerima investasi dari pihak luar untuk mempercepat pertumbuhan dan menghadapi persaingan yang lebih sengit.  Tidak semuanya bisa hanya mengandalkan modal sendiri, seperti usaha e – commerce atau hardware, yang cenderung membutuhkan modal awal besar. Produk yang terbaik adalah yang mana pelanggan bersedia membayar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar